Penggalian terus dilakukan dan baru dihentikan ketika kedalaman lokasi tanah yang digali mencapai kedalaman kurang lebih tiga meter. Pekerja ini semakin terperanjat ketika lubang tersebut mengeluarkan air. Air terus keluar sampai ketinggian dua meter dari dasar tanah galian. Berita penemuan air ini tersebar dengan cepat, dan terdengar oleh suku Lamau dan Atawatung. Kedua kubu ini saling mengklaim bahwa sumber air tersebut adalah miliknya. Mereka berdua merasa bahwa lokasi mata air tersebut berada diwilayahnya. Kubu Lamau lokasi mata air tersebut berada diwilayahnya, sementara suku Atawatung merasa tanah itu semula memang milik Lamau, karena sudah diberikan oleh Lango urang kepada suku Atawatung, sebagai hadiah atas jasanya membantu mereka dalam perang melawan suku Lewodewan.
Proses perundingan untuk menyelesaikan perselisihan sumber air ini tidak membuahkan hasil, bahkan membawa ke perang antar suku yang sebelumnya pernah terjadi. Suku Atawatung karena memiliki pasukan yang cukup besar dan kuat berhasil menduduki hampir seluruh wilayah Lamau. Merasa kekuatan yang dimiliki tidak akan mampu mengalahkan pasukan Atawatung, maka suku Lamau meminta sekutu lamanya yaitu suku Tokojaeng untuk membantu berperang menghadapi pasukan Atawatung. Perang besar antara kedua suku berlangsung sengit dengan memakan korban dari kedua belah pihak tak terhindarkan. Setelah melakukan peperangan yang cukup panjang, akhirnya suku Atawatung dapat dikalahkan dan dipukul mundur dari wilayah suku ini.
Meskipun sudah kalah suku Atawatung tetap bersikeras tidak mau mengakui hak kepemilikan sumur kepada suku Lamau. Akhir diputuskan untuk duduk merundingkan penyelesaian masalahan ini. karena tidak ada kesepakatan maka suku Atawatung mengajak suku Lamau melakukan sumpah yang isinya adalah barang siapa yang mati lebih dulu, maka dia bukan pemilik sumur tersebut. Akhirnya kedua belah pihak memutuskan untuk bersumpah.
Perselisihan kedua suku tersebut akhirnya terdengar ke raja Adonara, melihat perselisihan yang tak ujung selesai, maka raja Adonara menunjuk Kapitan Solana untuk membantu menyelesaikan perselisihan ini. Akhirnya Kapitan Solana akhirnya mengundang kedua belah pihak untuk merundingkan penyelesaian permasalahan tersebut. Kedua belah pihak menyepakati menunjuk Kapitan Solana menjadi mengatur dan saksi dalam pelaksanaan sumpah.
Kapitan Solana menjelaskan aturan pelaksanaan sumpah kepada kedua belah pihak. Pertama –tama diperintahkan kepada masing – masing pihak untuk menunjuk orang mengangkat sumpah.
Kapitan Solana menjelaskan aturan pelaksanaan sumpah kepada kedua belah pihak. Pertama –tama diperintahkan kepada masing – masing pihak untuk menunjuk orang mengangkat sumpah.
Dalam hal ini suku Lamau menunjuk kepala Bada Leran dan Suku Atawatung menunjuk kepala Gute. Selanjutnya Kapitan memerintahkan untuk menggores tangan kedua wakil tersebut dan meneteskan kedalam gelas masing – masing. Kemudia Kapitan mempertukarkan gelas kedua belah pihak. Gelas milik Kepala gute di berikan pada Kepala Leran begitu sebaliknya. Kepada kedua wakil tersebut diperintahkan untuk meminumnya. Setelah minum ternyata tidak ada reaksi apa – apa, kedua belah pihak tidak merasakan ada perubahan. Melihat kenyataan ini Kepala Gute mendatangi suku Lamau sambil berkata “ sejak tadi aku sudah bilang bahwa sumur itu milik suku Atawatung “. Kemudian Kepala Gute bergegas pergi dan mengajak seluruh pasukan Atawatung untuk kembali. Sesampainya dirumah kepala Gute terhuyung – huyung dan jatuh tergeletak dan tidak bernyawa lagi.
Melihat kepala Gute meninggal, akhirnya Kapitan Solana menetapkan bahwa sumur tersebut adalah milik suku Lamau. Suku lamau kemudian menggelar pesta untuk menyambut kemenangan tersebut. Sebagai bentuk ucapan terima kasih kepada Tokojaeng yang telah membantu diberikan tanah sebagai tempat tinggal. Sebagai bentuk ucapan terima kasih kepada Tokojaeng dan Lewotaka, Lamau mempersilahkan untuk mengambil sebagian lahan untuk ditempati agar tidak pulang. Maka sejak itu pasukan yang membantu lamau baik Tokojaeng dan Lewotaka tinggal diLamau dan tidak pulang lagi ketempat asal."
Sumber: Ismail ( Warga desa Lamau, Kecamatan Ilie Ape, Kabupaten Lembata)
he...he...he. Kisah ini mungkin rekaan, tapi penuh dengan klaim sepihak. Ini bukan karena saya orang Atawatung, tapi karena isi kisah ini yang cukup tendensius. Supaya diketahui, orang Atawatung memang menguasai tanah yang sangat luas di daerah sekitar Lamau, tapi itu bukan karena kemampuan menundukkan orang Lamau, tapi karena orang Atawatung memang lebih dahulu menduduki daerah itu. Bagaimana pun juga, mungkin menarik untuk menelusuri kisah ini lebih lanjut!
BalasHapus