Jumad, 17 September 2010, bertempat di Aula Yesing, Witihama, pulau Adonara akan digelar sarasehan dengan tajuk Adonara Kabupaten. Sarasehan ini diselenggarakan aliansi LSM di pulau Adonara. Namun baru akan dimulai denganpengantar pemandu, sarasehan ini disuruh stop oleh Pol Pos Witiuhama atas perintah Kapolsek Waiwerang.
Vero Lamahoda, salah seorang penggagas sarasehan ini yakin jika perjuangan Adonara Kabupaten pasti akan sukses. Namun menurutnya, proses-proses yang telah berjalan masih dilevel menengah ke atas. Dan urusannya masih sebatas legalitas formal seperti memenuhi persyaratan administrasi dan proses-proses hukum. Sementara persiapan sosial belum tersentuh serius.
Karena itu, sarasehan ini dimaksudkan untuk mulai membangun diskusi dan dialog persuasif di antara berbagai elemen lintas pemikiran untuk merajud gagasan cerdas menyongsong Adonara Kabupaten.
Pengalaman gagalnya sejumlah kabupaten hasil pemekaran setelah Orde Baru jatuh menjadi inspirasi. Agar kelak jika Adonara jadi otonom sebagai sebuah kabupaten, tidak ada persaingan-persaingan tidak sehat atas nama sekat-sekat sosial di Adonara seperti kelas menangah dan kelas bawah, utara dan selatan, timur dan barat, generasi tua dan generasi muda, bahkan kelompok gender laki dan perempuan. Bahkan, berkumpulnya berbagai elemen lintas pemikiran dan gagasan diharapkan membantu meletakan dasar-dasar kokoh pembangunan Adonara di atas sebuah visi berkelanjutan.
Pengalaman di kabupaten tetangdi di NTT, bahkan kabupaten induk Flores Timur sendiri yangf sudah tua usianya ini, belum memiliki visi kabupaten sebagai acuan pembangunan jangka panjang. Selama ini, dari bupati ke bupati, Flores Timur dibangun berdasarkan visi pribadi seorang bupati dan dalam kurun waktu pendek lima tahun. Setelah lima tahun, pembangunan dimulai dengan visi baru yang terkadang sangat jauh berbeda dengan visi bupati pendahulu.
Namun demikian, gagasan ini kurang bahkan tidak disukai sejumlah elit kampung di Witihama kampung halamannya Gubernur NTT Frans Lebu Raya yang justru mendapat dukungan kuat dari Polres Flores Timur melalui Polsek Adonara di Waiwerang dan Pospol Witihama di Witihama.
Sebelum acara dimulai, sejumlah orang dengan wajah tidak bersahabat mondar mandiri dan berdiri berkelompok menyebar di halaman gedung Yesing. Sementara di dalam ruangan, sejumlah warga Adonara duduk menanti acara dimulai. Di antaranya, Antropolog Romo Frans Amanue, Pr, ahli Kitab Suci Dr. Paul Sabon Nama, mantan Asisten III kabupaten Lembhata Yakobus Kia dan sejumlah warga lainnya. Sebelumnhya hadir juga Dr. Feliks Sanga dosen Undana, namun memutuskan kembali karena mendapat telepon bahwa acara ini tidak diterima masyarakat. Sedangkan Mgr. Anton Pain Ratu, Uskup Emeritus Atambua berhalangan datang tetapi mengirimkan butir-butir pemikirannya melalui Fax.
Ketika acara baru dimulai tanpa pembukaan resmi tetapi hanya dengan pengantar dasri pemandu sarasehan, sekitar lima orang laki-laki masuk ruangan dan berteriak menyuruh menghentikan kegiatan ini karena ilegal. Alasan ilegal karena tidak mendapat izim dari Kepala Desa Oringbele. Bahkan semakin menyesatkan ketika alasan ini mendapat dukungan penuh dari Polres Flores Timur melalui Kapolsek Waiwerang dan Pos Pol Witihama.
Polisi mendukung alasan masyarakat baahwa acara ini tidak melewatu prosedur resmi karena itu harus dibubarkan.
Dr. Paul Sabon Nama yang membaca situasi ini meminta supaya sebaiknya acara ini ditunda karena sia-sia berargumentasi dengan preman kampung yang sesungguhnya tidak mengerti tentang prosedur yang mereka tntut itu. Dicurigai, orang-orang itu cumalah orang-orang suruhan dari elit politik tertentu.
Karena itu, Sabon Nama dan Frans Amanue menilai, orang kampung di Oringbele ini pasti disuruh atau dititipi pesan oleh orang lain yang takut jika perjuangan Adonara Kabupaten gagal. Keduanya mengatakan, orang yang menyuruh itu lebih picik dan kampungan dari orang-orang kampung ini.
Romo Frans Amanue dan Paul Sabon Nama kemudian mengusulkan agar sarasehan ini dibicarakan ulang untuk dilaksanakan di tempat lain di luar Witihama. Keduanya menawarkan dilaksanakan di Karinglamalou, dekat Kiwangona.
Baik Ananue, Sabon Nama dan juga sejumlah warga lain justru melihat situasi ini sebagai tanda Adonara belum siap otonom sebagai sebuah kabupaten. Untuk otonom, perlu siap beda pendapat. Jika ada yang menilai bahwa sarasehan ini akan mengeluarkan pendapat yang berbeda, maka ini hal yang positif dalam kehidupan berdemokrasi. Dan Adonara kalau mau jadi kabupaten pisah dari Flotim, harus mulai belajar hidup dalam alam perbedaan tanpa berkelahi. Ternyata, melarang dilangsungkannya Sarasehan, justru semakin mempertegas bahwa proses perjuangan Adonara Kabupaten masih elitis, belum melibatkan warga di desa untuk siap berbeda pendapat.
Melky Koli Baran - Penjaga Rumah Belajar Liberty di YPPS Flores Timur
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Komentar pengunjung blog sangat dihargai.