Ndungga, kampung yang porak poranda dihajar banjir bandang 2003 silam. Kampung ini sering dikunjungi dalam diskusi-diskusi FIRD dan mitra untuk mendapatkan perspektif Pengurangan Resiko Bencana.
Belajar dari pengalaman longsor dan banjir tahun 2003, masyarakat di kampung ini memandang penting mengamankan kampung dan kehidupannya dari resiko bencana. Konservasi lahan dan kaawasan hutan yang rusak di sekitar kampung menjadi pilihan untuk dilakukan. Untuk hal ini maka telah memetakan titik-titik rawan longsor jika hujan berlebihan. Titik-titik rawan longsor dan banjir yang diperkirakan akan membawa resiko bagi kehidupan di kampung itu. Titik-titik rawan itu harus dikonservasi. Itulah keputusan bijhak warga Ndungga.
Ternyata keputusan ini tidak hanya di atas kertas atau hanya asal omong. Memasuki tahun 2009, tepatnya tanggal 7 Januari, warga Ndungga memulai penanaman. Dinas Kehutanan Kabupaten Ende memfasilitasi ribuan anakan pohon mahoni ke desa itu. Anakan tanaman ini dikirim ke desa tanggal 6 Januari.
Sesuai jadwal yang telah direncanakan bersama dalam diskusi persiapan bersama FIRD, penanaman dilakukan awal Januari agar ada waktu cuckup bagi pohon kecil ini untuk mendapatkan kesempatan hidup.
Tanggal 7 Januari 2009, Onis dari FIRD datang ke Ndungga. Di sana susdah berkumpul penduduk laki-laki dan permpuan. Hari pertama penanaman ini ada 25 orang warga dewasa yang melakukan penanaman perdana.
Tidak ada acara seremonial mengawali berkumpul beramai-ramai membawa pohon-pohon kecil dalam kantong plastik hitam ini menuju klokasi yang telah disepakati sebelumnya. Warga laki-laki dan perempuan beramaiai-ramai. Perempuan menjunjung di kepala dan laki-laki memikul di bahu secara berimbang muka dan belakang.
Di kantor FIRD, Onis berceritera hari itu setelah kembali dari Ndungga. Hari pertama sebanyak seribu pohon kecil mahoni ditanam di kawasan sumber longsor dan banjir. Masih ada sisa yang akan menyusul pada hari-hari beerikutnya.
Hal yang sama akan dilakukan di dua desa yang lainnya, yakni Tiwu Tewa dan .. FIRD tahun ini bekerja di tiga desa ini untuk memfasilitasi program dan inovasi rakyat untuk pengurangan pengurangan resiko bencana.
Assesment yang dilakukan FIRD memperlihatkan bahwa di tiga desa ini memiliki tingkat ancaman dan resiko yang tinggi. Letak kampung di lereng bukit terjal dengan jenis tanah yang labil. Sepintas, kelihatan hutan cukup terpelihara baik. Namun jika hujan berlebihan, ada kecenderungan untuk longsor.
Karena itu, yang terpenting adalah masyarakat terus meningkatkan konservasi lahan di samping menata sistem kesiapsiagaan.
Selain itu, mengingat Ndungga sebagai daerah rawan longsor, maka masyarakat hendaknya membangun sisitem kesiapsiagaan. Juga membangun media-media murah yang menyampaikan pesan kewaspadaan. Sistem Peringatan Dini harus dikembangkan di ketiga desa ini. Masyarakat bisa membangun sistem peringatan dini. Dalam kaitan dengan ini pual, tata ruang kampung dan perkebunan rakyat perlu diatur. ***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Komentar pengunjung blog sangat dihargai.