Rabu, 15 Februari 2012

TERGUSURNYA KEANEKARAGAMAN PANGAN LOKAL

Melky Koli Baran

Bulan Oktober tahun 2011 silam. Sebuah hajatan tentang Pangan digelar sejumlah elemen masyarakat sipil. Malah berhasil menggandeng Pemda setempat. Motornya adalah Yayasan Pengkajian dan pengembangan Sosial (YPPS) yang mendapat dukungan dari Yayasan Tifa di Jakarta. Di tingkat lokal, YPPS juga brhasil menggandeng Delegatus Socialis/Komisi Pengembangan Sosial Ekonomi (Delsos/PSE) Keuskupan Larantuka.

Ide awalnya sederhanya saja. Pangan yang sehat dan bergizi adalah hak rakyat. Karena itu harus diadvokasi. Jika tidak, hak rakyat yang satu dan penting ini akan tergusur. Untuk kepentingan advokasi, YPPS memulainya dengan menggalang dukungan. Berbagai pihak strategis diajak diskusi tentang keberadaan pangan di kabupaten ini. Sejumlah LSM, Dinas Pertanian dan Peternakan, Badan Ketahanan Pangan, Dinas Pendidikan, Komisi Gender dan komisi Pendidikan keuskupan Larantuka dan Tim Penggerak PKK kabupatenFloresTimur. Hal yang sama juga dilakukan di dua desa.
Diskusi keliling KE BERBAGAI PIHAK mendapat tanggapan bagus. Kepala dinas Pertanian kabupaten Flores Timur bersedia mendiskusikan gagasan YPPS ini dengan bupati Floress Timur. Bupati setuju berat. Tim Penggerak PKK kabupaten Flores Timur mengembangkan ide ini ke jaringan kerjanya 19 tim penggerak PKK Kecamatan. YPPS sendiri merapat ke Delsos/PSE Keuskupan. Lembga Gereja katolik ini harus diyakinkan untuk berada di garda depan. Posisinya strategis mengingat mayoritas petani dikabupaten ini Katolik. Selain itu, pangan telah menjadi mandat Gereja Katolik. Beberapa bulan sebelumnya Keuskupan larantukaa dalam masa puasa 2011 menjadikan pangan sebagai tema refleksi iman. Delsos tergerak. Romo Yansen Raring menyambut gembira, bahkan berterima kasih.
12 Oktober 2011, bertempat di aula Marisa milik Delsos/Komisi PSE, berlangsung sebuah pertemuan awal membahas tema pangan sebagai hak. Para pihak yang telah dikunjungi YPPS sebelumnya hadir. Istri bupati dan wakil bupati selaku Ketua dan wakil Tim Penggerak PKK kabupaten juga hadir. Tidak cuma itu. Kepala Dinas Pertanian dan wakil Badan Ketahanan Pangan kabupate juga hadir.
Diskusi ini sepakat bahwa rakyat berhak atas pangan yang sehat dan bergizi. Ketua tim penggerak PKK Flotim ibu Tresia Hadjon menambahkan bahwa rakyat juga berhak mendapatkan pangan secara mudah. Karena itu faktor ketersediaan menjadi penting. Hal ini didukung Kepala Dinas Pertanian. Untuk mecapai hal itu, berbagai persoalan harus dilewati. Dari segi ketersediaan, pangan lokal semakin tergusur. Sebuah statement dalam diskusi itu yang ditanggapi ramai. Pasar-pasar dan dapur sampai meja makan warga dibanjiri pangan import, bahkan pangan instan. Romo Yansen Raring bilang, pangan instan itu belum tentu sehat. Kaya zat pengawet dan bahan kimia lainnya. Benediktus Bedil bilang, ladang-ladang petani juga dibanjiri prodduk pabrik yang juga difasilitasi oleh pemerintah kabupaten. Bibit lokal tergusur. Tanah pertanian diracuni pupuk kimia dan racun pembunuh serangga dan rumput atau gulma. Sesaat sunyi. Tapi peserta, termasuk unsur pemerintah manggut-manggut.
Ibu Tresia Hadjon bilang, flores Timur kaya pangan lokal. Bukan kaya persediaan tetapi kaya gizi daan aman dikonsumsi. Ia memberi contoh, jagung dan ubi-ubian tersedia di kebun-kebun. Bisa tumbuh subur tanpa bantuan pupuk kimia. Tanaman kelor tumbuh subur di sela-sela batu tanpa batuan pupuk kimia. Tanaman sayur khas Flores Timur ini juga kebal terhadap serangan hama dan penyakit.
Magda Rianghepat dari YPPS mengatakan, semua hal yang tercurah dalam diskusi ini harus diketahui masyaarakat luas. Itu juga menjadi hak rakyat untuk tahu dan dapat informasi tentang pangan mana yang sehat, bergizi, aman dikonsumsi dan mudah didapatkan. Benediktus Bedil dari Delsos menyambung hal ini. Menurutnya, perlu ada ruang publik untuk membahas semua soal ini agar masyarakat luas mengetahuinya.
Diskusi tanggal 12 ini menyepakati untuk menggelar sebuah diskusi publik sekaligus memperingati Hari Pangan Sedunia tahun 2011. “Agar gemah diskusi ini punya kekuatan, maka Buati Flores Timur bisa diloby untuk meghadiri diskusi ini, bila perlu menjadi pembicara kunci”, usul Magdalena dari YPPS. Usul ini disamut baik, dan tugas menguhungi bupati menjadi tanggungjawab Kepala Dinas pertanian serta ketua Tim Penggerak PKK Kabupaten.

***
“Fakta bahwa pangan lokal di Flors Timur semakin tergusur dan terancam musnah. Perlu upaya penyelamatan terhadap keadaan ini. Harus ada kerja-kerja terorganisir yang menembus ruang-ruang kebijakan publik”. Ini salah satu inti sari diskusi publik memperingati Hari Pangan Sedunia (HPS) XXXI tahun 2011 tingkat kabupaten Flores Timur di stadion mini, Delsos/PSE Keuskupan Larantuka.
“Penggusuran secara sistematis dilakukan oleh negara melalui kebijakan bantuan beras untuk orang miskin yang dikenal dengan nama raskin”, demikian kata Delsos Keuskupan Larantuka pastor Rosarius Yansen raring, Pr dalam diskusi itu. Menurut Ketua Tim Penggerak PKK kabupaten Flores Timur Tresia Hadjon, perlu dilakukan pendidika ekstra kepada para petani tentang hal ini. Masyarakat perlu tahu pangan yang dikosumsi itu sehat, bergizi dan aman.
Bupati Flores Timur Yosef Lagadoni Herin kesempatan itu mengatakan, pangan yang aman itu harus bebas dari bahan-bahan kimia. “Jika di meja makan tersedia sayur daun kelor dan sayur kol, maka saya akan memilih makan daun kelor. Karena daun kelor tidak terkontaminasi bahan kimia”, demikian kata Yosef Herin disambut gembira.
Bupati juga berbicara tentang Raskin. Menurutnya, “beras itu dikatakan untuk orang miskin. Itu bisa benar. Tetapi yang yang saya tahu beras itu politik. Belum lagi pertanggungjawaban kandungan gizi raskin itu. Kalau mau, kita tolak raskin masuk kabupaten ini”. Sekali lagi diskusi menjadi riuh oleh tepukan tangan.
Tresia Hadjon berceritera, dari pengalamannya keanekaragaman pangan lokal di Flores Timur masih dijumpai akhir tahun 1980 dan awal tahun 1990-an. Selanjudnya perlahan hilang diganti raskin. Di sini bisa dikatakan bahwa poitik beras telah berkontribusi pada penggusuran pangan lokal.
Tresia menyebutkan, di desa-desa di seluruh Flores Timur saat itu masih dijumpai aneka hidangan pangan lokal seperti jagunng nasi, kacang nasi, dan ubi-ubian. Setelah masuknya program raskin, perlahan-lahan keanekaragaman hidangan menu pangan lokal hilang dari dapur dan meja makan setiap keluarga.
Data yang dipaparkan kepala dinas pertanian kabupaten Flores Timur Anton Sogen dalam diskusi itu bahwa, kebutuhan bibit pangan lokal di kabupaten Flores Timur saat ini mencapai 30 an ton setiap musim hujan. Sedangkan ketersediaan di tangan petani rata-rata mencapai 10 ton saja. Karena itu, pemerintah terpaksa mendatangkan bibit pangan dari luar untuk memenuhi kekurangan ini.
Data Delsos keuskupan Larantuka sebagaimana disampaikan Yohanes Ujan dalam diskusi itu bahwa, yang dihitung baru sebatas bibit padi dan jagung. Padahal para petani memiliki juga bibit pangan lokal lain yang hampir punah. Dia menyebutkan sejumlah nama pangan lokal seperti jewawut, sorgum, ubi-ubian dan kacang-kacangan. Romo Yansen mengatakan, aneka pangan lokal yang perlu dilipatgandakan produksinya di kebun-kebun petani tidak sebatas padi dan jagung saja tetapi jenis pangan lain. Menurut pastor Yansen, proses produksi pangan menggunakan bibit transgenik, disertai dengan pupuk kmia dan racun pembasmi hama penyakit kimia menghasilkan pangan yang tidak sehat untuk tubuh manusia.
Tresia Sabu Hadjon dari perspektif menu bergizi, beragam, sehat dan aman dikonsumsi mengatakan, berbagai jenis pangan lokal di Flores Timur yang disebutkan dalam diskusi ini merupakan jenis pangan yang memenuhi standar gizi dan aman dikonsumsi karena bebas dari kontaminasi kimia.
Dalam diskusi itu juga, sejumlah peserta dari 250 orang peserta perayaan HPS di keuskupan Larantuka menyoroti penataan lahan pertanian yang menggusur keberlanjutan pangan lokal. Sr. Maria Sixta PRR antara lain mengatakan lahan-lahan pertanian di Flores Timur yang didominasi tanaman perkebunan jambu mente selain mempersempit lahan pertanian tanaman pangan, tetapi juga menghilangkan keanekaragaman budidaya pangan lokal di tangan rakyat.
Menurut partor Yansen, industrialisasi komoditi perkebunan telah mendorong petani meninggalkan peran pentingnya sebagai produsen pangan yang sehat, beragam, bergizi dan aman.
Bupati Flores timur dalam diskusi itu mengatakan, tahun 1970-an sampai 1980-an di pulau Solor, Adonara dan Flores bagian Timur melimpah berbagai jenis pangan yang disebut-sebut dalam diskusi ini. Daerahh ini kaya jagung dan padi, aneka jenis kacang, jewawut, sorgum dan puluhan bahkan ratusan jenis ubi-ubian. Saat ini sulit dijumpai lagi. Jika tidak segera dibudidayakan maka daerah ini akan kehilangan identitasnya atas pangan lokal.

***

Diskusi ini baru awal dari sebuah kerja advokasi yang panjang. Tanggal 19 Oktober, sehari setelah diskusi ini, sebuh kelompok pilihan unsur-unsur dalam diskusi publik sehari sebelumnya bertemu di Rumah jabatan Bupati. Pertemuan ini memetakan sejumlah isu yang tercurah dalam diskusi publik untuk ditindaklanjuti. Antara lain, isu tentang keberadaan pangan lokal, kemiskinan, gender, kebijakan dan perspektif masyarakat.
Isu-isu ini didiskusikan secara medalam dan melahirkan tiga agenda ke depan yang dikerjakan secara bertahap atau berjenjang. Agar terbangun kedaulatan pangan sebagai hak rakyat maka, pertama: perlu gerakan bersama yang terkonsolidasi. Membangun kedaulatan pangan bukan urusan segelintir orang tetapi mandat bersama rakyat yang perlu diadvokasi. Kedua: Kebijakan Daerah. Negara, dalam hal ini daerah kabupaten sangat bertanggungjawab agat terwujud kedaulatan pangan di Flores Timur sebagai sebuah gerakkan bersama. Karena itu perlu kebijakan daerah seperti Peraturan Daerah sebagai pengendali. Ketiga: Tim pengawal. Disadari bahwa advokasi merupakan sebuah kerja yang tidak ringan. Maka konsolidasi terhadap isu ini harus dikawal sebuah Tim.
Prioritas pertama dari ketiga agenda ini adalah membangun dan memperkuat sebuah kelompok inti sebagai pengawal. Kelompok inti ini terdiri dari wakil para pihak. Tugas pertama adalah secara ke dalam memperkuat tim dan secara keluar mulai mempersiapkan advokasi kebijakan panngan. Untuk itu, diagendakan setiap tanggal 16 dalam bulan, tim ini bertemu. Tim ini diberi nama Forum Peduli Pangan Flores Timur, dengan Ketua Anton Wukak Sogen (kepala inas Pertanian).***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Komentar pengunjung blog sangat dihargai.