Siapa yang menduga jika model Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat yang baru seumur jagung dilaksanakan di Kabupaten Flores Timur itu mendapat perhatian untuk dikunjungi?
Adalah Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) yang sejak 2006 memfasilitasi program Free Prior Informed Concent (FPIC) di tiga komunitas. Komunitas Kuntu di Kabupaten Kampar Propinsi Riau, komunitas Lusan di Kabupaten Paser, Propinsi Kalimantan Timur dan komunitas Lewolema di Kabupaten Flores Timur. Ketiga komunitas ini menjadi lokasiproyek pengembangan negosiasi pengelolaan hutan yang menjunjung tinggi hak-hak masyarakat adat sebagai yang utama.
Dari ketiga kpmunitas ini, evaluasi AMAN memperlihtakan langkah maju di Komunitas Lewolema, Flores Timur. Di sini, lobi dan negosiasi telah melahirkan kesepakatan bersama antara Pemda dalam hal ini Dinas Kehutanan dan Perkebunan Flores Timur, LSM dan petani masyarakat adat untuk mengelola hutan secara bertanggungjawab dengan tetap mengacu pada hak adat maasyarakat adat dan hak negara untuk menjamin perlindungan terhadap hutan.
Dalam negosiasi ini, kepentingan petani masyarakat adat untuk mengolah hutan dan tanah warisan leluhur disandingkan dengan kepentingan negara menjaga kelangsungan fungsi hutan sebagai hutan lindung. Dengan demikian, pada wilayah adat masyarakat adat yang terlanjur ditetapkan Pemerintah sebagai Kawasan Lindung dapat diolah oleh masyarakat dengan tetap memperhatikan keseimbangan manfaat ekonomi dan ekologi.
Dibandingkan dengan dua komunitas program FPIC yang lain, lewolema lebih beruntung karena hanya bernegosiasi dengan Pemdanya. Di Lusan dan Kuntu negosiasi menjadi berjalan di tempat lantaran harus bernegosiasi denga pemerintah dan Investor, demikian kata Japri dari Kuntu yang kemudian dibenarkan Syahrul dari Lusan. Bahkan di Lewolema saat ini selain Pemda memfasilitasi dua lokasi juga sedang diproses Perda Kabupaten tentang PHBM. Perda ini sudah sampai pada tahap final Naskah Akademis. Kemajuan inilah yang hendak dipelajari.
Minggu 26 Juli 2009, rombongan dari Kuntu dan Lusan tiba di Larantuka. Keesokan harinya 27 Juli bertemu dengan Kepala Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Flores Timur dan selanjudnya beraudiensi dengan Bupati Floroes Timur Simon Hayon. Kepada para petani ini, Kadis Kehutanan dan Perkebunan Anton Tonce Matutina mengatakan kebijakan ini dikeluarkan mengingat sempitnya lahan garapan petani serta persoalan kemiskinan yang cenderung meningkat karena keterbatasan lahan olahan petani.
Menurut Pemda, kebijakan ini membuka ruang bagi para petani untuk memanfaatkan kawasan hutan bagi pengembangan ekonomi sekaligus tugas turut menjaga kelangsungan kawasan hutan lindung.
Dari kabupaten, rombongan belajar berkunjung ke Lewolema dan Boru Kedang. Di kedua lokasi ini, sesama petani yang datang dari Kuntu dan Lusan diterima secara adat dan selanjudnya berkunjung ke lokasi PHBM dan diakhiri dengan refleksi bersama untuk saling belajar.
Siang nan terik di tanggal 27 Juli. Camat Lewolema dan staf, Kepala Desa Lewotala beserta staf dan tokoh adatnya telah menanti di gerbang depan kantor Desa. Sebatang bambu muda warnah hijau memalang jalan menghadang langkah rombongan. Setelah sapaat adat Japri dari Kuntu mewakili rombongan menerima parang dari seorang tokoh adat Lewotala dan dengan sekali hentakan palang bambu ditebasnya. Pintu palang telah terbuka dan rombongan melangkah masuk. Wakil Kuntu, Lusan dan AMAN mendapat pengalungan selendang tenun Lewolema, disuguhi sirih pinang, arak dan tembako gulung. Hal yang sama terjadi keesokan harinya tanggal 28 Juli. Di lokasi PHBM Baologun, para petani dan tomkoh adat telah menanti. Sapaan adat dan pemotongan palang pintu dilanjudkan suguhan sirih pinang, arak dan tembako gulung, dilanjudkan dengan ramah tamah menikmati makanan yang dipanen dari lokasi PHBM.
Refleksi bersama baik di Lewolema maupin di Boru Kedang memperlihatkan kekaguman peserta studi banding tentang kentalnya adat istiadat di dua komunitas ini serta keramahan dan keterbukaan para pejabat Pemda kabupaten hingga desa menerima rombongan. Salah seorang peserta mengungkapkan bahwa hal seperti itu belum pernah mereka temui di daerahnya maupun di daerah lain.
Kepada Bupati Flores Timur dan Dinas Kehutanan justru diharapkan untuk boleh membagikan pengalaman kerja sama multipihak di Flores Timur dengan Bupati Kampar dan Paser serta para Bupati lainnya jika bertemu di forum nasional.
Dari kunjungan ini, evaluasi akhir dengan jujur mengatakan relasi antara para pihak dengan Pemda sebagai salah satgu pihak dalam pengelolaan hutan sudah sangat cair. Yang perlu dibenahi adalah kerja lapangan agar model-model yang dibangun ini bisa diperlas ke wilayah lainnya.
Utusan Kuntu dan Lusan juga mengharapkan agar dalam proses kolaborasi ini tidak dilupakan tujuan akhir perjuangan adalah Pengakuan Hak. Bahwa pengelolaan yang saat ini dilakukan merupakan sebuah capaian kecil dari capaian besar yang terus diperjuangkan yakni pengakuan hak masyarakat adat.
Rabu siang tanggal 29 Juli rombongan pamit menuju Maumere. Sebelum pamit, antara Kuntu dan Lusan dengan Lewolema dan Boru Kedang saling berbalas pantun sebagai kenangp-kenangan.
Kalau ada jarum yang patah
Jangan simpan dalam peti
Kalau ada kata yang salah
Jangan simpan dalam hati
Kalau ada sumur di ladang
Beta minta menumpang mandi
Kalau ada umur yang panjang
Bolehlah kita bertemu lagi
Pulau pandan jauh di tengah
Di balik pulau angsa dua
Budi baik saudara semua
Pastilah tetap dikenang semua
Tanam melati di halaman rumah
Harum semerbak di malam hari
Hari-hari kita rajut suasana ramah
Menjadi kenangan setiap hari
Adalah Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) yang sejak 2006 memfasilitasi program Free Prior Informed Concent (FPIC) di tiga komunitas. Komunitas Kuntu di Kabupaten Kampar Propinsi Riau, komunitas Lusan di Kabupaten Paser, Propinsi Kalimantan Timur dan komunitas Lewolema di Kabupaten Flores Timur. Ketiga komunitas ini menjadi lokasiproyek pengembangan negosiasi pengelolaan hutan yang menjunjung tinggi hak-hak masyarakat adat sebagai yang utama.
Dari ketiga kpmunitas ini, evaluasi AMAN memperlihtakan langkah maju di Komunitas Lewolema, Flores Timur. Di sini, lobi dan negosiasi telah melahirkan kesepakatan bersama antara Pemda dalam hal ini Dinas Kehutanan dan Perkebunan Flores Timur, LSM dan petani masyarakat adat untuk mengelola hutan secara bertanggungjawab dengan tetap mengacu pada hak adat maasyarakat adat dan hak negara untuk menjamin perlindungan terhadap hutan.
Dalam negosiasi ini, kepentingan petani masyarakat adat untuk mengolah hutan dan tanah warisan leluhur disandingkan dengan kepentingan negara menjaga kelangsungan fungsi hutan sebagai hutan lindung. Dengan demikian, pada wilayah adat masyarakat adat yang terlanjur ditetapkan Pemerintah sebagai Kawasan Lindung dapat diolah oleh masyarakat dengan tetap memperhatikan keseimbangan manfaat ekonomi dan ekologi.
Dibandingkan dengan dua komunitas program FPIC yang lain, lewolema lebih beruntung karena hanya bernegosiasi dengan Pemdanya. Di Lusan dan Kuntu negosiasi menjadi berjalan di tempat lantaran harus bernegosiasi denga pemerintah dan Investor, demikian kata Japri dari Kuntu yang kemudian dibenarkan Syahrul dari Lusan. Bahkan di Lewolema saat ini selain Pemda memfasilitasi dua lokasi juga sedang diproses Perda Kabupaten tentang PHBM. Perda ini sudah sampai pada tahap final Naskah Akademis. Kemajuan inilah yang hendak dipelajari.
Minggu 26 Juli 2009, rombongan dari Kuntu dan Lusan tiba di Larantuka. Keesokan harinya 27 Juli bertemu dengan Kepala Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Flores Timur dan selanjudnya beraudiensi dengan Bupati Floroes Timur Simon Hayon. Kepada para petani ini, Kadis Kehutanan dan Perkebunan Anton Tonce Matutina mengatakan kebijakan ini dikeluarkan mengingat sempitnya lahan garapan petani serta persoalan kemiskinan yang cenderung meningkat karena keterbatasan lahan olahan petani.
Menurut Pemda, kebijakan ini membuka ruang bagi para petani untuk memanfaatkan kawasan hutan bagi pengembangan ekonomi sekaligus tugas turut menjaga kelangsungan kawasan hutan lindung.
Dari kabupaten, rombongan belajar berkunjung ke Lewolema dan Boru Kedang. Di kedua lokasi ini, sesama petani yang datang dari Kuntu dan Lusan diterima secara adat dan selanjudnya berkunjung ke lokasi PHBM dan diakhiri dengan refleksi bersama untuk saling belajar.
Siang nan terik di tanggal 27 Juli. Camat Lewolema dan staf, Kepala Desa Lewotala beserta staf dan tokoh adatnya telah menanti di gerbang depan kantor Desa. Sebatang bambu muda warnah hijau memalang jalan menghadang langkah rombongan. Setelah sapaat adat Japri dari Kuntu mewakili rombongan menerima parang dari seorang tokoh adat Lewotala dan dengan sekali hentakan palang bambu ditebasnya. Pintu palang telah terbuka dan rombongan melangkah masuk. Wakil Kuntu, Lusan dan AMAN mendapat pengalungan selendang tenun Lewolema, disuguhi sirih pinang, arak dan tembako gulung. Hal yang sama terjadi keesokan harinya tanggal 28 Juli. Di lokasi PHBM Baologun, para petani dan tomkoh adat telah menanti. Sapaan adat dan pemotongan palang pintu dilanjudkan suguhan sirih pinang, arak dan tembako gulung, dilanjudkan dengan ramah tamah menikmati makanan yang dipanen dari lokasi PHBM.
Refleksi bersama baik di Lewolema maupin di Boru Kedang memperlihatkan kekaguman peserta studi banding tentang kentalnya adat istiadat di dua komunitas ini serta keramahan dan keterbukaan para pejabat Pemda kabupaten hingga desa menerima rombongan. Salah seorang peserta mengungkapkan bahwa hal seperti itu belum pernah mereka temui di daerahnya maupun di daerah lain.
Kepada Bupati Flores Timur dan Dinas Kehutanan justru diharapkan untuk boleh membagikan pengalaman kerja sama multipihak di Flores Timur dengan Bupati Kampar dan Paser serta para Bupati lainnya jika bertemu di forum nasional.
Dari kunjungan ini, evaluasi akhir dengan jujur mengatakan relasi antara para pihak dengan Pemda sebagai salah satgu pihak dalam pengelolaan hutan sudah sangat cair. Yang perlu dibenahi adalah kerja lapangan agar model-model yang dibangun ini bisa diperlas ke wilayah lainnya.
Utusan Kuntu dan Lusan juga mengharapkan agar dalam proses kolaborasi ini tidak dilupakan tujuan akhir perjuangan adalah Pengakuan Hak. Bahwa pengelolaan yang saat ini dilakukan merupakan sebuah capaian kecil dari capaian besar yang terus diperjuangkan yakni pengakuan hak masyarakat adat.
Rabu siang tanggal 29 Juli rombongan pamit menuju Maumere. Sebelum pamit, antara Kuntu dan Lusan dengan Lewolema dan Boru Kedang saling berbalas pantun sebagai kenangp-kenangan.
Kalau ada jarum yang patah
Jangan simpan dalam peti
Kalau ada kata yang salah
Jangan simpan dalam hati
Kalau ada sumur di ladang
Beta minta menumpang mandi
Kalau ada umur yang panjang
Bolehlah kita bertemu lagi
Pulau pandan jauh di tengah
Di balik pulau angsa dua
Budi baik saudara semua
Pastilah tetap dikenang semua
Tanam melati di halaman rumah
Harum semerbak di malam hari
Hari-hari kita rajut suasana ramah
Menjadi kenangan setiap hari
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Komentar pengunjung blog sangat dihargai.