Selama 19-25 Mei 2009 tim program Penca FIRD berkeliling ke tiga kawasan pelaksanaan program di Lio Timur, Wolowaru dan Ndetundora. Tour keliling ini untuk penyuluhan ke desa-desa (ha ha.. kentalnya Orde Baru..). Tema penyuluhan yang diusung juga menarik: “Posyandu Sebagai Ujung Tombak Pengurangan Resiko Kecacatan”.
Namanya penyuluhan, ternyata dari rekam jejak lapangan, lebih berbentuk diskusi partisipatif bersama masyarakat untuk memotret posyandu selama ini dan apa gagasan pengembangan ke depan yang memberi perspektif pengurangan resiko kecacatan.
Menarik, sebab di masyarakat posyandu telah berjalan dan menjadi salah satu ujung tombak pelayanan kesehatan bagi ibu hamil dan balita. Kegiatan ini telah berjalan puluhan tahun. Sudah sangat akrab dengan masyarakat. Lalu seperti apa masyarakat memahaminya dan ikut membesarkannya?
Rekaman jejak di Ndetundora, posyandu sudah dikenal sejak tahun 1976. Ada desa yang terbentuk kemudian dan posyandu juga hadir bersamaan dengan pembentukan desa itu.
Tentang berbasis masyarakat, rekaman diskusi memperlihatkan keterlibatan berbagai pihak di desa, bahkan sampai kecamatan. Ada kader, bidan, PKK, PLKB Desa, Kepala Desa, RT dan RW/dusun.
Tentang berbasis masyarakat, rekaman diskusi memperlihatkan keterlibatan berbagai pihak di desa, bahkan sampai kecamatan. Ada kader, bidan, PKK, PLKB Desa, Kepala Desa, RT dan RW/dusun.
Pemahaman masyarakat tentang posyandu juga beraneka ragam. Ada yang bilang tempat pelayanan kesehatan ibu hamil, tempat pelayanan bayi, tempat koordinasi antar pelaku kesehatan di desa.
Dari desa Wolosambi Kec. Lio Timur misalnya, masyarakat mengatakan, pihak-pihak yang terlibat di posyandu adalah bidan, kader, balita, ibu hamil. Di Woloaro aparat desa juga terlibat dalam kegiatan posyandu.
Rekam jejak diskusi kampung ini juga mencatat sejumlah hambatan pelaksanaan posyandu. Paling menonjol adalah tidak ada ruang khusus untuk pelayanan. Terbanyak dilakukan di bawah pohon.
Dari seluruh proses ini, berbagai usulan perbaikan digagas. Antara lain, program posyandu harus dimasukan ke dalam program desa sehingga didukung penuh oleh desa. Bahkan ada anggaran dari desa untuk pengembangan posyandu. Selain itu, partispasi masyarakat juga perlu diaktifkan. Dan posyandu tidak membatasi diri pada pelayanan ibu hamil dan balita tetapi menjadi tempat penyuluhan kesehatan umumnya termasuk sosialisasi pengurangan resiko penca.
Memperhatikan kehadiran posyandu yang sudah sangat dikenal, maka sudah saatnya posyandu menjadi bagian dari masyarakat, menjadi milik masyarakat, dikelola oleh masyarakat dengan Kepala Desa sebagai penanggungnjawabnya. Sedangkan Dinas Kesehatan selaku Pembina dan penyantun. Dan ketika menjadi bagian dari kelembagaan desa, maka kegiatan dan anggaran dapat juga menjadi tanggungjawab Badan Pemberdayaan Masyarakat Desa Kabupaten. Dan Karena melakukan rehabilitasi penyandang cacat maka posyandu juga bisa membangun kerja sama dengan Dinas Sosial dan lembaga-lembaga lain yang bekerja pada isu-isu yang ditangani posyandu. **
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Komentar pengunjung blog sangat dihargai.