Oleh
Melky Koli Baran
Tambang Mangan di Tumbak kabupaten Manggarai Timur
telah lama ditolak warga. Di pihak lain, rupanya investor tidak bergeming
dengan penolakan warga tersebut. Kabarnya, bupati Manggarai Timur mengatakan
belum memberikan ijin panambangan. Lalu, ada negosiasi ke masyarakat oleh pihak investor yang dikawal pemerintah desa
dan aparat keamanan setempat. Lalu terjadilah aksi penolakan lagi. Kini yang
menolak adalah para perempuan.
Para perempuan ini tidak berorasi menguraikan
alasan ekonomi, ekologi dan kultural dalam penolakan tambang sebagai mana
terjadi selama ini.Dalam aksi ini, para perempuan “melepas baju dan
bertelanjang dada” mengadang langkah investor, pemerintah desa dan aparat
keamanan yang hendak melakukan negopsiasi dengan warga “Tolak Tambang” di
lokasi tambang di Tumbak di Desa Satar Punda, Kecamatan Lambaleda Kabupaten
Manggarai Timur.Sejak hari Kamis (11/9), terhitung belasan ibu bertelanjang
dada mengadang aparat yang dating ke lokasi “Lingko
Roga”.Aksi ini berlanjut hingga Jumad hari berikutnya.Bahkan dikabarkan
telah tejadi kriminalisasi fisik pada pater Simon Suban Tukan, SVD, Ketua
Komisi JPIC SVD Ruteng.
Gugat
Nurani
Aksi yang terbilang langka ini tentu dilaksanakan
bukan di bawah kendali alkohol atau
bahan-bahan sejenisnya. Bukan juga diprovokasi sebagaimana karakter rezim Orde
Baru yang senantiasa menuduh pihak tertentu sebagai provokator ketika ada
gejolak.Ini aksi sadar. Para perempuan ini secara sadar memutuskan untuk mempermalukan
kesewenangan “Negara” dan “Pasar” yang dengan “keangkuhan kekuasaan” dan
“keangkuhan capital” melanggar hak-hak
adat masyarakat atas tanah adat di “Lingko
Roga” kabupaten Manggarai Timur.
Ketika aksi ini dilakukan dengan cara yang tidak
lasim, maka hal ini wajib dimaknai sebagai sebuah keseriusan, ketimbang sibuk
mencari tahu siapa provokatornya.Itu hanya dilakukan oleh orang-orang
picik.Sebab hal ini tentu terpaksa dilakukan para perempuan desa ini ketika
berbagai upaya lain yang patut dan lasim tidak didengar oleh pemerintah.
Mungkin saja ini juga luapan kekecewaan karena pemerintah, dalam hal ini
kabupaten Manggarai Timur, secara khsus bupati
yang mereka pilih secara langsung dalam Pilkada saat itu tidak lagi
berpihak pada rakyatnya.Bahkan cenderung memihak investor. Buktinya, dalam
proses negosiasi yang akan dilakukan di Tumbak, pemerintah desa dan aparat
Negara lainnya datang ke sana dalam satu rombongan bersama investor. Pilihan
posisi seperti ini dalam kunjungan ini memperlihatkan posisi Negara dalam kasus
ini.Negara sedang berada dalam satu kelompok dengan investor.Aparat
beramai-ramai pergi bersama-sama dengan investor.Rakyat berada di pihak sendiri
dan berjuang sendiri.Karena itu, salah satu pilihan “menampar nurani”
pemerintah seperti ini adalah membuka baju untuk mempermalukan mereka.
Tidak
Main-main
Keseriusan penolakan pertambangan mangan di wilayah
itu terbaca sangat jelas dalam aksi ini, yang seharusnya memberikan warning
bagi pemerintah dan investor untuk mundur.Apalagi lokasinya di sebuah “Lingko”.
Orang Manggarai wajib tahu apa itu Lingko. Lingko itu tanah adat.
Artinya, para perempuan ini nekat membuka baju
di depan umum untuk menyatakan bahwa sampai kapanpun mereka menolak tambang di
tanah adat mereka. Risiko apapun akan mereka lakukan, termasuk membuka baju,
sekalipun di depan umum dan ditonton orang. Dan hal ini dilakukan secara sadar
kepada manusia-manusia yang sadar, yakni Pemerintah Kabupaten Manggarai dan
Investor.
Artinya, ketika pemerintah dan investor memiliki konsep moral dan kesadaran
moral maka mereka pasti tahu apa makna pakaian bagi tubuh seorang perempuan. Dan
ketika mereka memiliki konsep moral yang benar dan memahami makna pakaian bagi
seorang perempuan Manggarai, maka seharusnya mereka tahu, bahwa penolakan
tambang di Tumbak itu bukan penolakan main-main. Bukan sekedar supaya disuap
oleh investor agar mereka mau terima. Rendah sekali para perempuan ini jika
mereka berani membuka baju demi suap.
Hal yang dalam banyak kasus korupsi dan
suap sering kita baca di media-media tentang perilaku pemerintah dan aparat
zaman ini. Bagi masyarakat sederhana, harga diri itu harga mati. Harga diri
tidak sama dengan uang, kecuali hanya untuk segelintir pengkhianat para
leluhur.
Gugatan
Etis
Ketika tindakan membuka baju oleh seorang perempuan
diletakan pada tataran etis, maka ini bisa dibenarkan dalam pemahaman bahwa
tindakan tak beretika patut dilawan dengan tindakan tak beretika pula.
Ketika memaknai aksi para perempuan ini sebagai
tindakan tak beretika, maka sesungguhnya dalam kesadaran sebagai seorang
perempuan yang menjunjung tinggi nilai-nilai etis pribadi, sesungguhnya sedang menggunakan
cara ini untuk membuka mata pemerintahnya tentang etika yang sedang tidak mereka
patuhi dalam penyelenggaraan pembangunan yang beretika. Membuka baju sebagai
aksi protes mengingatkan kita pada sebuah substansi lain yang diprotes, yakni
etika pembangunan yang sedang diabaikan oleh pemerintah dalam izin pertambangan.
Di sinilah, etika pembangunan dilawan dengan etika personal para perempuan ini.
Di sisi lain, aksi ini sedang mau menggugat rasa
malu Pemerintah Daerah Manggarai Timur yang mungkin sedang krisis rasa malu.
Jika aksi perempuan bertelanjang dada ini dilihat sebagai tindakan yang
memalukan, maka sebetulnya tindakan ini bisa ditafsir sebagai koreksi atas
kebijakan izin pertambangan oleh Pemda yang memalukan.Apalagi izin-izin ini
diikuti dengan sejumlah tindakan tak bermoral, seperti sogok dan suap,
intimidasi dan terror.Sejumlah kasus investasi pertambangan di berbagai tempat
selalu disertai dengan tindakan-tindakan kriminal oleh aparat Negara. Dan ini
mejadi tidak bermoral ketika aparat Negara tampil sebagai tukang pukul dan
satpam investor tambang. Maka tak heran jika sangat banyak dugaan bahwa aparat
Negara kita, baik sipil maupun militer berwatak preman bayaran investor. Lalu
mengkhianati rakyat sendiri. Ini yang sebetulnya tidak beretika dan sangat
memalukan.
Di berbagai penjelasan tentang pentingnya
pertamnbangan untuk meyakinkan masyarakat, pemerintah tak jarang mengatakan
bahwa pertambangan itu untuk kesejahteraan rakyat. Ini juga cermin kegagalan
Pemerintah membangun daerah. Ini pernyataan ketidakmampuan pemerintah melaksanakan
janji politiknya saat kampanye untuk mensejahterakan rakyat dan menyerahkan
tanggungjawab itu kepada investor tambang. Lebih memalukan ketimbang membuka
baju di depan umum. Memalukan karena telah berkampanye minta dipilih untuk
mensejahterakan rakyat, namun dalam pelaksanaanya, menyerahkan komitmen politik
itu, atau bisa saja menjual komkitmen politik itu kepada investor tambang. Para
perempuan pewaris Lingko Roga ingin memberi pemahaman dan kesadaran sekaligus
menggugat tanggungjawab pemerintah melalui aksi telanjang dada.
Menggugat
Posisi
Siklus moral memperlihatkan bahwa sebuah tindakan
tidak lahir dengan sendirinya, sekalipun itu dari orang yang sangat primitif. Sejarah
panjang pengembaraan hidup seseorang, serta struktur-struktur sosial mapupun
politik yang menyertai perjalanan pengalamannya itu turut berpengaruh penting
dalam menciptakan konsep-konsep moral pada seseorang. Konsep-konsep inilah yang
menjadi pengetahuan dasar yang kemudian menciptakan sikap dasar. Dari sikap
dasar inilah akan lahir perilaku-perilaku etik seseorang.
Ketika sejarah hidup seseorang sejak dari rahim ibu
menciptakan konsep moral yang salah dalam dirinya, maka orang itu juga akan
memiliki pandangan moral yang salah. Dari pandangan moral yang salah inilah,
lahirlah perilaku maupun tindakan moral yang salah dan menyimpang. Karena
itulah, dalam banyak kasus, hal yang seharusnya tidak pantas dilakukan oleh
seseorang, ternyata itu dipandang pantas. Orang yang berperilaku menyimpang
karena lahir dan besar dalam pandangan-pandangan moral yang salah sehingga
tidak punya rasa malu ketika melakukan tindakan criminal, bahkan bangga
melakukannya.
Dalam banyak kasus, ada yang sebetulnya mampu
membedakan mana benar dan mana salah, mana boleh dan mana tidak boleh. Namun
terpaksa melakukan itu karena perintah atasan dan lain sebagainya. Ini juga
pilihan moral yang salah dengan risiko paling tinggi karena tahu tetapi
melanggar apa yang ia tahu demi sesuap nasi yang semestinya bisa didapatkan
dengan cara yang lebih terpuji dari pekerjaan-pekerjaan yang terpuji pula.
Inilah posisi-posisi yang dengan bebas dipilih,
entah oleh para politisi, pemerintah sipil, aparat keamanan maupun para
investor. Sangat sulit mengambil posisi yang berpihak pada moral, etik dan
kebenaran ketika etik, moral dan kebenaran itu tidak bisa dijelmakan agtau
ditukar dengan uang dan jabatan. Dalam kasus tambang di Manggarai Barat yang
ditandai dengan perempuan bertelanjang dada dan tindakan kriminal pada Pater
Simon Suban Tukan, SVD selaku ketua Komisi JPIC SVD Riteng, kita semua dapat
memosisikan diri. Pemda Manggarai Timur dan aparat di sana sedang ada di
posisi mana? Terpuji atau memalukan!***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Komentar pengunjung blog sangat dihargai.