Selasa, 21 Oktober 2014

Para Perempuan Menggugat Bertelanjang Dada



Oleh Melky Koli Baran

Tambang Mangan di Tumbak kabupaten Manggarai Timur telah lama ditolak warga. Di pihak lain, rupanya investor tidak bergeming dengan penolakan warga tersebut. Kabarnya, bupati Manggarai Timur mengatakan belum memberikan ijin panambangan. Lalu, ada negosiasi ke masyarakat oleh  pihak investor yang dikawal pemerintah desa dan aparat keamanan setempat. Lalu terjadilah aksi penolakan lagi. Kini yang menolak adalah para perempuan. 


Para perempuan ini tidak berorasi menguraikan alasan ekonomi, ekologi dan kultural dalam penolakan tambang sebagai mana terjadi selama ini.Dalam aksi ini, para perempuan “melepas baju dan bertelanjang dada” mengadang langkah investor, pemerintah desa dan aparat keamanan yang hendak melakukan negopsiasi dengan warga “Tolak Tambang” di lokasi tambang di Tumbak di Desa Satar Punda, Kecamatan Lambaleda Kabupaten Manggarai Timur.Sejak hari Kamis (11/9), terhitung belasan ibu bertelanjang dada mengadang aparat yang dating ke lokasi “Lingko Roga”.Aksi ini berlanjut hingga Jumad hari berikutnya.Bahkan dikabarkan telah tejadi kriminalisasi fisik pada pater Simon Suban Tukan, SVD, Ketua Komisi JPIC SVD Ruteng.

Gugat Nurani

Aksi yang terbilang langka ini tentu dilaksanakan bukan di  bawah kendali alkohol atau bahan-bahan sejenisnya. Bukan juga diprovokasi sebagaimana karakter rezim Orde Baru yang senantiasa menuduh pihak tertentu sebagai provokator ketika ada gejolak.Ini aksi sadar. Para perempuan ini secara sadar memutuskan untuk mempermalukan kesewenangan “Negara” dan “Pasar” yang dengan “keangkuhan kekuasaan” dan “keangkuhan capital”  melanggar hak-hak adat masyarakat atas  tanah adat di “Lingko Roga” kabupaten Manggarai Timur.

Ketika aksi ini dilakukan dengan cara yang tidak lasim, maka hal ini wajib dimaknai sebagai sebuah keseriusan, ketimbang sibuk mencari tahu siapa provokatornya.Itu hanya dilakukan oleh orang-orang picik.Sebab hal ini tentu terpaksa dilakukan para perempuan desa ini ketika berbagai upaya lain yang patut dan lasim tidak didengar oleh pemerintah. Mungkin saja ini juga luapan kekecewaan karena pemerintah, dalam hal ini kabupaten Manggarai Timur, secara khsus bupati  yang mereka pilih secara langsung dalam Pilkada saat itu tidak lagi berpihak pada rakyatnya.Bahkan cenderung memihak investor. Buktinya, dalam proses negosiasi yang akan dilakukan di Tumbak, pemerintah desa dan aparat Negara lainnya datang ke sana dalam satu rombongan bersama investor. Pilihan posisi seperti ini dalam kunjungan ini memperlihatkan posisi Negara dalam kasus ini.Negara sedang berada dalam satu kelompok dengan investor.Aparat beramai-ramai pergi bersama-sama dengan investor.Rakyat berada di pihak sendiri dan berjuang sendiri.Karena itu, salah satu pilihan “menampar nurani” pemerintah seperti ini adalah membuka baju untuk mempermalukan mereka.

Tidak Main-main  

Keseriusan penolakan pertambangan mangan di wilayah itu terbaca sangat jelas dalam aksi ini, yang seharusnya memberikan warning bagi pemerintah dan investor untuk mundur.Apalagi lokasinya di sebuah “Lingko”. Orang Manggarai wajib tahu apa itu Lingko. Lingko itu tanah adat.  

Artinya, para perempuan ini nekat membuka baju di depan umum untuk menyatakan bahwa sampai kapanpun mereka menolak tambang di tanah adat mereka. Risiko apapun akan mereka lakukan, termasuk membuka baju, sekalipun di depan umum dan ditonton orang. Dan hal ini dilakukan secara sadar kepada manusia-manusia yang sadar, yakni Pemerintah Kabupaten Manggarai dan Investor. 

Artinya, ketika pemerintah dan investor memiliki konsep moral dan kesadaran moral maka mereka pasti tahu apa makna pakaian bagi tubuh seorang perempuan. Dan ketika mereka memiliki konsep moral yang benar dan memahami makna pakaian bagi seorang perempuan Manggarai, maka seharusnya mereka tahu, bahwa penolakan tambang di Tumbak itu bukan penolakan main-main. Bukan sekedar supaya disuap oleh investor agar mereka mau terima. Rendah sekali para perempuan ini jika mereka berani membuka baju demi suap. 

Hal yang dalam banyak kasus korupsi dan suap sering kita baca di media-media tentang perilaku pemerintah dan aparat zaman ini. Bagi masyarakat sederhana, harga diri itu harga mati. Harga diri tidak sama dengan uang, kecuali hanya untuk segelintir pengkhianat para leluhur.

Gugatan Etis

Ketika tindakan membuka baju oleh seorang perempuan diletakan pada tataran etis, maka ini bisa dibenarkan dalam pemahaman bahwa tindakan tak beretika patut dilawan dengan tindakan tak beretika pula.

Ketika memaknai aksi para perempuan ini sebagai tindakan tak beretika, maka sesungguhnya dalam kesadaran sebagai seorang perempuan yang menjunjung tinggi nilai-nilai etis pribadi, sesungguhnya sedang menggunakan cara ini untuk membuka mata pemerintahnya tentang etika yang sedang tidak mereka patuhi dalam penyelenggaraan pembangunan yang beretika. Membuka baju sebagai aksi protes mengingatkan kita pada sebuah substansi lain yang diprotes, yakni etika pembangunan yang sedang diabaikan oleh pemerintah dalam izin pertambangan. Di sinilah, etika pembangunan dilawan dengan etika personal para perempuan ini.

Di sisi lain, aksi ini sedang mau menggugat rasa malu Pemerintah Daerah Manggarai Timur yang mungkin sedang krisis rasa malu. Jika aksi perempuan bertelanjang dada ini dilihat sebagai tindakan yang memalukan, maka sebetulnya tindakan ini bisa ditafsir sebagai koreksi atas kebijakan izin pertambangan oleh Pemda yang memalukan.Apalagi izin-izin ini diikuti dengan sejumlah tindakan tak bermoral, seperti sogok dan suap, intimidasi dan terror.Sejumlah kasus investasi pertambangan di berbagai tempat selalu disertai dengan tindakan-tindakan kriminal oleh aparat Negara. Dan ini mejadi tidak bermoral ketika aparat Negara tampil sebagai tukang pukul dan satpam investor tambang. Maka tak heran jika sangat banyak dugaan bahwa aparat Negara kita, baik sipil maupun militer berwatak preman bayaran investor. Lalu mengkhianati rakyat sendiri. Ini yang sebetulnya tidak beretika dan sangat memalukan.

Di berbagai penjelasan tentang pentingnya pertamnbangan untuk meyakinkan masyarakat, pemerintah tak jarang mengatakan bahwa pertambangan itu untuk kesejahteraan rakyat. Ini juga cermin kegagalan Pemerintah membangun daerah. Ini pernyataan ketidakmampuan pemerintah melaksanakan janji politiknya saat kampanye untuk mensejahterakan rakyat dan menyerahkan tanggungjawab itu kepada investor tambang. Lebih memalukan ketimbang membuka baju di depan umum. Memalukan karena telah berkampanye minta dipilih untuk mensejahterakan rakyat, namun dalam pelaksanaanya, menyerahkan komitmen politik itu, atau bisa saja menjual komkitmen politik itu kepada investor tambang. Para perempuan pewaris Lingko Roga ingin memberi pemahaman dan kesadaran sekaligus menggugat tanggungjawab pemerintah melalui aksi telanjang dada.

Menggugat Posisi

Siklus moral memperlihatkan bahwa sebuah tindakan tidak lahir dengan sendirinya, sekalipun itu dari orang yang sangat primitif. Sejarah panjang pengembaraan hidup seseorang, serta struktur-struktur sosial mapupun politik yang menyertai perjalanan pengalamannya itu turut berpengaruh penting dalam menciptakan konsep-konsep moral pada seseorang. Konsep-konsep inilah yang menjadi pengetahuan dasar yang kemudian menciptakan sikap dasar. Dari sikap dasar inilah akan lahir perilaku-perilaku etik seseorang.

Ketika sejarah hidup seseorang sejak dari rahim ibu menciptakan konsep moral yang salah dalam dirinya, maka orang itu juga akan memiliki pandangan moral yang salah. Dari pandangan moral yang salah inilah, lahirlah perilaku maupun tindakan moral yang salah dan menyimpang. Karena itulah, dalam banyak kasus, hal yang seharusnya tidak pantas dilakukan oleh seseorang, ternyata itu dipandang pantas. Orang yang berperilaku menyimpang karena lahir dan besar dalam pandangan-pandangan moral yang salah sehingga tidak punya rasa malu ketika melakukan tindakan criminal, bahkan bangga melakukannya.

Dalam banyak kasus, ada yang sebetulnya mampu membedakan mana benar dan mana salah, mana boleh dan mana tidak boleh. Namun terpaksa melakukan itu karena perintah atasan dan lain sebagainya. Ini juga pilihan moral yang salah dengan risiko paling tinggi karena tahu tetapi melanggar apa yang ia tahu demi sesuap nasi yang semestinya bisa didapatkan dengan cara yang lebih terpuji dari pekerjaan-pekerjaan yang terpuji pula.  

Inilah posisi-posisi yang dengan bebas dipilih, entah oleh para politisi, pemerintah sipil, aparat keamanan maupun para investor. Sangat sulit mengambil posisi yang berpihak pada moral, etik dan kebenaran ketika etik, moral dan kebenaran itu tidak bisa dijelmakan agtau ditukar dengan uang dan jabatan. Dalam kasus tambang di Manggarai Barat yang ditandai dengan perempuan bertelanjang dada dan tindakan kriminal pada Pater Simon Suban Tukan, SVD selaku ketua Komisi JPIC SVD Riteng, kita semua dapat memosisikan diri. Pemda Manggarai Timur dan aparat di sana sedang ada di posisi mana? Terpuji atau memalukan!*** 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Komentar pengunjung blog sangat dihargai.