Selasa, 21 Oktober 2014

Langkah Polisi Di Lembata, Ach Bukan Hal Baru






Oleh Melky Koli Baran


Flores Pos cukup sering menulis berita dan artikel tentang sejumlah kasus di kabupaten Lembata. Kasus-kasus itu justru menjadi potret buram bagi kepolisian di kabupaten Lembata sebagai sebuah institusi Negara. Dapat saja institusi ini terus terpuruk jika tidak secepatnya dilakukan tindakan pemulihan.  Seperti apa tindakan pemulihan itu, saya tidak perlu mendikte kepolisian dalam hal ini Kapolda NTT. Seharusnya sudah jelas.

Indikasinya adalah terkesan penanganan sejumlah kasus kriminal di Lembata oleh Polres mengundang segudang tanda tanya bahkan protes. Hal-hal yang terkesan terus berulang sehingga ketika membaca cerita media tentang penanganan kasus-kasus kriminal itu, orang akan berkata “ach, itu bukan hal baru. Itu sepertinya telah menjadi pola polisi di sana”. Kita bisa memotretnya dari sejumlah kasus kriminal di pulau itu. 


Kematian Tak Wajar Steven Manuk

Awal tahun 1990-an. Kala itu kota Lewoleba masih sepih. Jalan depan kantor Pembantu Bupati masih berbatu. Di atas jalan berbatu itu Steven Manuk ditemukan terkapar di jalan. Ia dilarikan ke RS Bukit Lewoleba. Nyawanya tak tertolong. Lalu dalam hitungan hari bahkan jam, institusi kepolisian di Lewoleba, dalam hal ini Polsek Lewoleba saat itu melalui Kapolseknya Peltu Isak Ranga Ja mengatakan Steven Manuk adalah korban kecelakaan lalu lintas. Pernyataan itu dilanjutkan dengan penetapan tersangka pelanggaran lalu lintas. 

Tak tanggung-tanggung tersangkanya adalah putra seorang mantan Kapolsek Lewoleba, pak Benyamin Dasion. Sedangkan Steven Manuk adalah putra Danramil Lembata Barat saat itu Peltu Bernardus Sesa Manuk. Sama-sama dari Lamalera.

Ada hal yang aneh dalam kesimpulan cepat polisi yang membuat publik terlebih keluarga korban tidak langsunng menerima kesimpulan polisi ini. Tentu dengan sejumlah argument. Kendaraan yang dituduh menabrak Steven adalah sebuah sepeda motor yang dikendarai Wendy Dasion tak sebanding dengan luka korban. Namun polisi sangat kepala batu bahwa itu kecelakaan lalu lintas. Walau rekonstruksi kasus itu  jelas-jelas bisa disimpulkan bahwa analisa polisi kurang akuratpun, polisi tetap kepala batu. Kemudian polisi angkat tangan.

Pertanyaan yang menggelantung saat itu adalah mengapa polisi sangat kepala batu dan bertahan dengan argumentasi yang dengan mudah dirontokan? Ternyata setelah dicek lebih lanjut, Steven Manuk ditemukan sekarat di jalan raya bukan karena ditabrak tetapi karena dianiaya di rumah salah seorang purnawirawan polisi di Lewoleba, lalu direkayasa cerita bahwa dia ditabrak. Pelaku penganiayaan sekaligus otak rekayasa buruk ini adalah anggota Polisi juga. Seorang polisi yang masih aktif dan seorang lagi yang purnawirawan dengan jabatan terakhir Kapolsek Lewoleba sebelum Benyamin Dasino. 

Artinya, kepala batunya polisi di Lewoleba saat itu karena memang polisi terlibat. Ceritanya jelas, mau melindungi korps atau anggota yang busuk dan bopeng. Intinya bahwa skenario dibuat karena ada “orang Kuat” di balik kasus ini, yakni mantan Kapolsek Lewoleba.
  
Kematian Yoakim Laka Langodai

Ketika Yoakim Laka Langodai ditemukan meninggal di hutan bakau dekat Bandara Lewoleba, secepat kilat diduga ia mati bunuh diri. Alasannya bahwa di leher almarhum Yoakim ada tali skapulir yang digunakannya untuk membunuh diri. 

Walau sejumlah desakan agar penyelidikan lebih intensif dilakukan dan jangan tergesa-gesah membuat analisis yang prematur, toh polisi saat itu hampir tak bergeming. Karena desakan masyarakat, maka kasusnya perlahan-lahan terungkap. Walau hingga saat ini, mister X yang disebut-sebut tak terungkap jelas.

Menariknya, pelaku pembunuhan adalah adik kandung korban sendiri yang bersekongkol dan bekerja sama dengan anak kandung bupati saat itu. Mirip-mirip dengan kasus Steven Manuk, yakni ada “orang kuat” di dalam kasus ini sehingga polisi bersikap seperti itu, tidak professional.

Kematian Lorens Wadu

Kasus terakhir di Lembata yang justru paling heboh adalah kematian Lorens Wadu di Pondoknya. Heboh karena melibatkan anak kandung dan adik kandung. Sungguh menarik simpati masyarakat luas. Walau demikian, mirip-mirip dengan kasus Steven Manuk dalam hal kerumitan pengusutannya.

Mencermati rumitnya penyidikan kasus ini, serta kondisi tubuh korban ketika ditemukan juga mirip-mirip. Maka ada dugaan telah terjadi sesuatu yang lain dari hasil pengungkapan di pengadilan. Bahkan kasus ini lebih heboh karena para pelakunya berfariasi, muai dari keluarga sangat dekat, keluarga dekat, anggota DPRD, bahkan sempat disebutkan anggota Polisi dari Polres Lembata. Dan lebih heboh lagi adalah, intel polisi membawa rekaman sidang kasus ini ke rumah jabatan bupati untuk ditonton oleh bupati. Bahkan disebut-sebut bahwa pada malam naas itu sebuah mobil merah sempat nyasar masuk ke kompleks misi Lewoleba dan mencari jalan masuk ke kebun milik almarhum. Apakah sama dengan Steven Manuk, dibunuh di lain tempat lalu diletakan di lain tempat untuk menjebak orang lain sebagai pelaku paksaan? 

Hal-hal seperti ini tidak sedikitpun menggerakkan radar inteligen kepolisian untuk menjadikannya sebagai petunjuk ke arah semakin terang benderangnya kasus ini. Bahkan dalam seluruh proses ini, ada pihak tertentu yang belakangan diketahui hijrah atau dihijrahkan dari Lembata. Ada yang kabarnya ke luar daerah dan ada yang ke Flores. Mereka itu anggota keluarga dekat para tersangka saat ini. Ada apa? Dan mengapa mereka tiba-tiba hijrah? 

Sejumlah petunjuk yang tak mampu menggerakkan radar ingtelijen polisi justru menjadikan kasus ini mirip dengan kasus Steven Manuk. Jika kasus Steven manuk menjadi sulit karena anggota Polisi dan orang kuat di Lewoleba terlibat, maka apakah polisi dan orang kuat di Lewoleba terlibat dalam pembunuhan Lorens Wadu? 

Disebutnya nama seorang anggota polisi dalam pemeriksaan terdakwa dalam satu hari persidangan di PN Lewoleba dan bupati dan polisi menonton bersama rekaman sidang, tidakkah menjadi penting untuk diperiksa lebih lanjut. Apa hubungannya dengan anggota polres Lembata yang membawa rekaman sidang ke rumah jabatan bupati dan ditonton juga oleh bupati? Apakah dalam kasus Lorens Wadu juga ada “Orang Kuat” di belakangnya?  Patut diduga ya, dan patut diduga juga bahwa itu penyebab mandulnya polisi dalam kasus ini.

Skenario Baru?

Penanganan kasus Loresn Wadu oleh Polisi sepertinya selesai dengan proses hukum beberapa terdakwa saat ini. Pengembangan lebih lanjut ke soal nama polisi yang disebut terlibat, mengapa dan untuk kepentingan apa bupati menonton rekaman sidang di PN, dan misteri mobil merah sepertinya tak menarik bagi polisi penyidik. Bahkan janji Kapolda untuk penyelesaikan kasus ini perlahan dilupakan dan diganti dengan kasus-kasus lain. 

Lebih heboh lagi adalah hadirnya Kasat Reskrim baru yang dengan sigap “cerdas” memproses laporan bupati tentang pemalsuan dokumen oleh DPRD Lebata. Hal yang aneh karena yang punya dokumen itu adalah DPRD bukan bupati. Tapi untuk hal yang aneh seperti ini Polisi melalui Kasat Reskrim cepat memprosesnya. Patut diduga ada skenario baru untuk menutupi kasus-kasus besar seperti kematian Loresn Wadu dan buruknya kepemimpinan bupati Lembata. Apakah untuk hal seperti itu polisi bisa diatur? Lalu untuk urusan rakyat seperti Lorens Wadu? Itukah hasil  janji Kapolda NTT saat ke Lembata untuk menggantikan Kasat Reskrim supaya bekereja lebih profesiobal? 

Pertanyaannya, mengapa Kasat Reskrim sangat cepat memproses sebuah laporan yang aneh seperti itu? Tahukah Kasat Reskrim bahwa yang seharusnya mempersoalkan palsu tidaknya sebuah dokumen adalah pemilik dokumen itu sendiri? Begitu rendahkah nalar seorang Kasat Reskrim dan seorang Kapolres di sebuah Resort Kepolisian?  Ataukah memang ada agenda lain di balik semuanya ini untuk mengalihkan perhatian DPRD, FP2L dan Aldiras dari kasus Lorens Wadu serta proses pemberhentian bupati?  

Di titik inilah, kita bisa menduga langkah polisi di Lembata. Bukan langkah baru ketika merunut ke soal-soal serupa beberapa tahun sebelumnya dan beberapa kasus sebelumnya. Apakah dengan proses hukum bagi lembaga DPRD Lembata saat ini dengan tuduhan pemalsuan dokumen milik DPRD sendiri merupakan upaya Polres Lembata untuk melindungi “Orang Kuat” di balik kematian Lorens Wadu? 

Yang pasti adalah, dari tanah Lembata, khsusnya Lewoleba, darah almarhum Lorens Wadu serta darah para korban lainnya akan terus berteriak meminta pertanggungjawaban terhadap siapapun yang berupaya merekayasa penyelesaian kasus-kasus ini.***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Komentar pengunjung blog sangat dihargai.